BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaligrafi Arab telah melalui tahapan
panjang sehingga mencapai puncak kejayaannya. Ketangguhannya telah ditopang
beratus-ratus kaligraf handal, bahkan bisa dikatakan beribu-ribu pemelihara dan
penikmat kaligrafi Arab yang tersebar di dunia ini. Tidak diragukan lagi bahwa nilai artistik dan estetiknya sampai
menembus batas kesadaran transendental dan rasa spiritual yang tinggi.Dengan
adanya masa seperti demikian, kaligrafi Arab tidak akan berhenti hanya sebagai
alat komunikasi saja, sekaligus juga sebagai media ekspresi. Dengan dibuatnya
penampilan rupa al-Qur’an secantik dan seindah mungkin, sehingga orang yang
tidak memahami bahasa Arab pun akan segera jatuh cinta ketika melihatnya.Setiap
orang akan bisa langsung jatuh hati, dan selanjutnya akan tertarik
untukmemahami lebih jauh terhadap
ayat-ayat al-Qur’an. Kaligrafi ini memiliki bentukbentuk tertentu yang tetap
berpegang pada rumus-rumus dasar kaligrafi.Sebagai seni tulis yang melahirkan
karya artistik yang bermutu tinggi, kaligrafi memiliki aturan dan teknik khusus
dalam pengerjaannya.
Oleh karena itu disini kami akan
membahas mengenai berbagai macam khat/kaligrafi dunia islam, mengenai
perkembangan sejarah adanya kaligrafi serta tokoh-tokohnya. Agar kita menjadi
semakin cinta akan seni arab dan agama islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian khat Kufi?
2. Apa saja macam-macam khat?
3. Bagaimana
Sejarah Perkembangan Khat?
4. Siapa saja tokoh-tokoh kaligrafi dunia islam?
C. Tujuan
Pembahasan
Makalah yang kami susun ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
definisi dari khat kufi.
2.
Mengetahui
macam-macam dari khat.
3. Mengetahui
sejarah perkembangan khat.
4.
Mengetahui siapa
saja tokoh-tokoh kaligrafi dunia islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khat
Kufi
Kufi termasuk tulisan
paling dominan pada zaman dahulu. Ia dibuat setelah berdirinya 2 kota muslim
yaitu Basrah dan Kufah pada dekade kedua era Islam sekitar abad ke-8 Masehi. Ia
memiliki bentuk huruf yang proporsional kaku dan persegi. Dari kata Kufah maka
tulisan ini dikenal dengan Kufi.
Gaya penulisan kaligrafi ini banyak
digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini
adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini
pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota
terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Gaya penulisan
kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah,
memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat formal. Gaya
ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu
dengan ornamen floral.
B. Macam-macam Khat
1.
Kufi
Gaya penulisan kaligrafi ini banyak
digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini
adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini
pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota
terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Gaya penulisan
kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, memiliki
karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat formal. Gaya ini
kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu
dengan ornamen floral.
2.
Tsuluts
Seperti
halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu
Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazii) di masa Kekhalifahan
Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak
hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi
ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa
ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis
dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya
ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul
buku, dan dekorasi interior.
3.
Naskhi
Kaligrafi gaya Naskhi paling sering
dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan
sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah
penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10,
gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf
Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan
tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.
4.
Riq'ah
Kaligrafi gaya Riq'ah merupakan
hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya
dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq'ah
dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk
tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya
sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis
cepat.
5.
Ijazah (Raihani)
Tulisan kaligrafi gaya Ijazah
(Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan
oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk
penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya
seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak
lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).
6.
Diwani
Gaya kaligrafi
Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian,
disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di
Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan untuk menulis
kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat.
Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada
huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis
horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen
arsitektur dan sampul buku.
7.
Diwani Jali
Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan
pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan
oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki.
Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih
ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang
tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah.
Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak
seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca
secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak
fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.
8.
Farisi
Seperti tampak dari namanya, kaligrafi
gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini
sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat
mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan
oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat.
Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang
biasanya dipadu dengan warna-warni arabes.
9.
Moalla
Walaupun belum cukup terkenal,
gaya kaligrafi Moalla merupakan gaya yang tidak standar, dan tidak
masuk dalam buku panduan kaligrafi yang umum beredar. Meski tidak
begitu terkenal, kaligrafi ini masih masuk dalam daftar jenis-jenis
kaligrafi dalam wikipedia Arab, tergolong bagian kaligrafi jenis yang
berkembang di Iran. Kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hamid Ajami,
seorang kaligrafer kelahiran Teheran.
C.
Sejarah
dan perkembangan khat
Seni khat pada zaman permulaan Islam,
kedatangan Islam membawa keperluan yang banyak kepada pembangunan tulisan lalu
membuka bidang yang luas dalam penulisan dan dakwah secara persuratan.
Rasulullah s.a.w. mengizinkan penulisan Al-Quran malah berdakwah dengan
menggunakan surat. Rasulullah s.a.w. mengarahkan sahabat-sahabat untuk menulis
ayat-ayat al-Quran. Kemudian, penulisan itu terus rancak pada zaman Saidina Abu
Bakar r.a. hingga ke zaman Saidina Uthman dengan terhimpunnya Al-Quran Mushaf
Uthmani yang ditulis semula sebanyak 6 naskhah dan diedar ke beberapa jajahan
Islam.
Seni khat pada zaman Umawiyyah,
pemerintahan pada zaman ini amat menitikberatkan kemajuan seni khat kerana ia
sangat diperlukan samada dalam penulisan mushaf, ukiran pada dinding, mencetak
mata uang, surat-menyurat dan lain-lainnya.
Pada zaman ini, pembaharuan seni khat
berlaku melalui penulisan dengan keseimbangan baris-baris bacaan supaya sama
(disebut sebagai al- masyq). Pada zaman ini juga berlaku pembaharuan dari aspek
peletakan titik huruf-huruf oleh Abu Al-Aswad Al-Dua'li dan penciptaan
baris-baris oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi.
Seni khat pada zaman Abasiyyah, zaman
ini telah menyaksikan kemuncak pembaharuan seni khat pelbagai dengan munculnya
tokoh-tokoh seni seperti Abu Ali dan Ibnu Muqlah. Ibnu Muqlah dianggap pembuka
tirai sejarah pembaharuan seni khat manakala Abu Ali pula telah mencipta sistem
nisbah dalam pembentukan huruf tunggal yang berasaskan ukuran geometri.
Kemudian diikuti oleh Ibnu Bawwab yang
yang telah memperkembangkan sistem khat bernisbah. Seterusnya Jamaluddin Yaqut
al-Musta'simi yang telah membentuk enam gaya hasil pembelajarannya dari tulisan
Ibnu Muqlah.
D.
Tokoh-tokoh
kaligrafi di dunia islam
Nama asli beliau adalah Musa
Azmi. Beliau dilahirkan pada tahun 1891 di kota Diyar Bakr, sebelah tenggara
kota Anatolia, Turki. Kota Diyar Bakr ketika itu lebih dikenal dengan nama
Amid. Nama inilah yang kemudian ia pakai dalam nama penanya, Hamid al-Amidi.
Sedangkan nama asli beliau, Azmi, sering ia pakai dalam tauqi’ pada karya-karya
beliau sewaktu muda. Dan ketika masa tua, beliau lebih suka memakai nama
sebutan beliau, Hamid. Kaligrafer yang lebih terkenal dengan kepiawaiannya
dalam khat tsulust jali ini meninggal dunia pada tahun 1982 dimakamkan di
Farjah Ahmad.
Semasa hidupnya, beliau merupakan seorang kaligrafer modern Turki yang mempunyai banyak karya. Baik dalam bentuk misyq (kumpulan qoidah khottiyyah) ataupun tulisan yang tersebar dalam lembaran-lembaran kertas dan goresan-goresan di dinding masjid dan tempat-tempat lainnya. cenderungan beliau kepada khat tumbuh sejak ia belajar di madrasah ibtida’i. Dan ketika ia pindah ke Istambul pada tahun 1908, ia sempat belajar di madrasah al-Huquq. Beliau berguru kepada beberapa orang kaligrafer yang juga merupakan tokoh kaligrafer pada masanya. Beliau belajar naskhi dan tsulus kepada al-Hajj Nadzif Bik. Disamping itu, beliau selalu bertukar pikiran dan bermulazamah dengan Haqqi Hafidz Bey, Kamil Afandi, Ismail Haqqi al-tunbazar dan Hulushi Afandi (yang juga guru dari seorang master kaligrafi Muhammad Syauqi). Sejak tahun 1910 sampai 1912, beliau mengajar kaligrafi, dan menjadi seorang kartografer di sekolah militer hingga tahun 1918, sebelum akhirnya mengabdikan seluruh hidupnya untuk dunia kaligrafi. Beliau telah menulis mushaf al-Qur’an sebanyak dua kali. Karya beliau paling banyak dijumpai di masjid Sisili di Istambul, Turki, dengan mengambil model ornamen tradisional. Enam bulan sebelum wafatnya, Pusat Penelitian Sejarah dan Seni di Turki sempat mengadakan rekaman film dokumenter dengan judul Hamid al-Khattath. Dokumentasi dari film ini telah tersebar di beberapa negara termasuk Mesir. Ahmad Shabri Zayd, seorang khattath dan pemerhati seni kaligrafi di Mesir, mempunyai copian dari film tersebut.Selain merupakan tokoh inspirator bagi kaligrafer setelah zamannya, Hamid al-Amidi juga pernah memberi ijazah kepada beberapa khattath yang sudah diakui kapabilitasnya. Diantaranya, ia telah memberikan dua ijazah kepada seorang Kaligrafer ternama, Hasyim Muhammad al-Baghdadi masing-masing pada tahun 1950 dan 1952. Hasyim Muhammad,kaligrafer irak yang sempat hijrah ke Mesir ini, pernah belajar di Madrasah Tahsinul Khututh Malakiyyah (sekarang Kholil Agha) di Baab-el-Sya’rea Kairo. Ia berucap kepada Hasyim “Kaligrafi telah kembali masa jayanya ke Iraq, dengan tangan Hasyim Muhammad”.
Semasa hidupnya, beliau merupakan seorang kaligrafer modern Turki yang mempunyai banyak karya. Baik dalam bentuk misyq (kumpulan qoidah khottiyyah) ataupun tulisan yang tersebar dalam lembaran-lembaran kertas dan goresan-goresan di dinding masjid dan tempat-tempat lainnya. cenderungan beliau kepada khat tumbuh sejak ia belajar di madrasah ibtida’i. Dan ketika ia pindah ke Istambul pada tahun 1908, ia sempat belajar di madrasah al-Huquq. Beliau berguru kepada beberapa orang kaligrafer yang juga merupakan tokoh kaligrafer pada masanya. Beliau belajar naskhi dan tsulus kepada al-Hajj Nadzif Bik. Disamping itu, beliau selalu bertukar pikiran dan bermulazamah dengan Haqqi Hafidz Bey, Kamil Afandi, Ismail Haqqi al-tunbazar dan Hulushi Afandi (yang juga guru dari seorang master kaligrafi Muhammad Syauqi). Sejak tahun 1910 sampai 1912, beliau mengajar kaligrafi, dan menjadi seorang kartografer di sekolah militer hingga tahun 1918, sebelum akhirnya mengabdikan seluruh hidupnya untuk dunia kaligrafi. Beliau telah menulis mushaf al-Qur’an sebanyak dua kali. Karya beliau paling banyak dijumpai di masjid Sisili di Istambul, Turki, dengan mengambil model ornamen tradisional. Enam bulan sebelum wafatnya, Pusat Penelitian Sejarah dan Seni di Turki sempat mengadakan rekaman film dokumenter dengan judul Hamid al-Khattath. Dokumentasi dari film ini telah tersebar di beberapa negara termasuk Mesir. Ahmad Shabri Zayd, seorang khattath dan pemerhati seni kaligrafi di Mesir, mempunyai copian dari film tersebut.Selain merupakan tokoh inspirator bagi kaligrafer setelah zamannya, Hamid al-Amidi juga pernah memberi ijazah kepada beberapa khattath yang sudah diakui kapabilitasnya. Diantaranya, ia telah memberikan dua ijazah kepada seorang Kaligrafer ternama, Hasyim Muhammad al-Baghdadi masing-masing pada tahun 1950 dan 1952. Hasyim Muhammad,kaligrafer irak yang sempat hijrah ke Mesir ini, pernah belajar di Madrasah Tahsinul Khututh Malakiyyah (sekarang Kholil Agha) di Baab-el-Sya’rea Kairo. Ia berucap kepada Hasyim “Kaligrafi telah kembali masa jayanya ke Iraq, dengan tangan Hasyim Muhammad”.
Hamid al-amidi mengumumkan
Hashim sebagai Penulis Khat Terbaik dalam dunia Islam dan beliau mengatakan
kepada Hashim " Kesenian kaligrafi islam bermula di Dar-As Salaam
(Baghdad) dan ia pun kembali ke Dar-As-Salam". Penulis Khat termasyhur,
Hashim Muhammad Alkhattat di lahirkan di baghdad pada tahun 1917. Beliau mulai
mempelajari Kaligrafi Arab sejak dari zaman remaja, dan mendapat anugerah
Diploma dari Mulla 'Ali al-Fadli pada tahun 1943. Kemudian beliau meneruskan
studinya ke kairo dan mendapat gelar sarjananya dari Royal Institute of Calligraphy
pada tahun 1944. Dalam tahun yang sama juga, beliau mendapatkan ijazah dari dua
orang penulis khat terkenal, sayyid ibrahim dan Muhammad Husni. Pada tahun 1946, beliau menerbitkan sebuah buku gaya penulisan
khat Al-Riqa'. Kemudian beliau berkunjung ke Turki dan menunjukkan hasil karya
beliau kepada seorang Tokoh Khat Terkenal, Musa Azmi atau lebih dikenal sebagai
Hamid al-Amidi, dimana beliau telah menganugerahkan dua anugerah kepada Hashim,
pada 1950 dan 1952. Pada penganugrahan yang kedua, Hamid al-amidi mengumumkan
Hashim sebagai Penulis Khat Terbaik dalam dunia Islam dan beliau mengatakan
kepada Hashim " Kesenian kaligrafi islam bermula di Dar-As Salaam
(Baghdad) dan ia pun kembali ke Dar-As-Salam".Gaya penulisan beliau lebih
cenderung kepada gaya penulis klasik baghdad yaitu gaya Yaqut al Musta'asimi
dan gabungan dengan penulisan modern dari Ottoman School. Beliau juga dikenal
sebagai penulis khat terbaik dalam gaya Khat Thuluth.
Pada tahun 1960, beliau
nobatkan sebagai pentashih Kaligrafi Arab di Institute of Fine Art di Baghdad.
Kemudian, beliau menjadi Ketua Bahagian Dekorasi Islam dan Kaligrafi Arab
sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir pada 1973. Dalam tahun 1962,
beliau menerbitkan sebuah buku koleksi khat beliau yang bertajuk " Kaedah Penulisan
Khat Arab". Sepanjang hidupnya, beliau hanya menganugerahkan satu ijazah
saja kepada muridnya, yaitu Abdul Ghani al-Ani.
Mir Imad al-Haseni adalah
tokoh pemimpin kaligrafi ta’lik (nask ta’lik) dengan menggunakan
kerangka kerja safawid, yaitu kerangka kerja seni kaligrafi Iran. Dia
dilahirkan di kota Qazwin, ayahnya Ibrahim al-Haseni adalah keluarga Saifi dari
Qazwin; termasuk keluarga terpandang dan memiliki kedudukan yang tinggi di
Safawid. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada waktu itu, Mir Imad pergi ke
kota Tabriz, dimana ia memperoleh bimbingan belajar kaligrafi nask ta’lik dari
seorang guru bernama Muhammad Husaini at-Tabrizi. Dia diuji oleh beberapa guru
besar yang sangat menguasai yaitu Mir Ali Harewi dan Baba Shah Isfahani, dan
dari mereka pulalah Mir Imad mengadopsi corak dan beberapa rumusan mengenai
keteraturan, pengereman, kehalusan, dan keyamanan, yang kemudian ia padukan
kedalam tulisannya.
Mir Imad telah melakukan
perjalanan kebeberapa kota di belahan dunia diantaranya India, Khorasan dan
Damaskus. Ketika ia mulai mengajar kaligrafi di Qazwin, Isfahan telah menjadi
kota besar; sama seperti beberapa seniman yang lain, kemudian ia pindah ke
Isfahan, dimana ia dapat tinggal di istana oleh Shah Abbas. Di istana ia
bekerja sebagai seorang kaligrafer ahli dan penulis kitab, serta mengajar
beberapa raja-raja muda. Dalam waktu yang sama, ia juga memberikan pelajaran ke
beberapa murid yang datang dari luar istana, dan diantara mereka telah menjadi
kaligrafer yang berhasil pada saat itu seperti putranya Mir Ibrahim, putrinya
Gevhershad, keponakan laki-lakinya Abdurrashid Deylemi, juga Nureddin Mohammed
Lahici, Abduljabbar Isfahani, dan Darwish Abdi dari bukhara yang telah membawa
gaya kaligrafi Imad ke Istambul.
Mir Imad mendapatkan
penghargaan yang sangat tinggi dari istana; kepada Shah’s yang telah
menganugrahkan penghargaan kepadanya, Mir Imad menuangkannya kedalam sebuah
syair yang ia tulis sebagai pernyataan terima kasih, dan syair itu pun sangat
diterima dengan baik oleh Shah sebagai sebuah penghargaan. Lalu kemudian,
saingannya yang telah iri atas keberhasilannya di bidang seni dan telah melawan
di mata Shah bemaksud jahat kepadanya; ditangannya Mir Imad terbunuh; jasadnya
kemudian dikebumikan di Masjid Agung Maksud di Isfahan. Pada saat masih dalam
kabar duka atau kematiannya, seorang penguasa India Jihangir berkata dengan
airmata berlinang, “apa yang telah mereka inginkan berikan kepadaku, aku akan
menukar permata seberat tubuhnya sebagai gantinya”.
Beberapa karya besar buah
tangan Imad baik yang berupa buku, naskah, atau kepingan-kepingan, sampai saat
ini tersimpan dengan baik di beberapa museums, perpustakaan dan koleksi pribadi
si Istambul, Teheran, St. Peterburg, Paris, dan masih banyak
tersebar di belahan dunia lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khat kufi gaya penulisan
kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal.
Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara
semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak,
yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak
abad ke-7 M. Gaya penulisan kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak
Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, memiliki karakter huruf yang sangat kaku,
patah-patah, dan sangat formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi
lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral.
Ada sembilan gaya penulisan
kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi.
Yaitu: Gaya
kaligrafi Kufi, tsuluts, naskhi,rq'ah, raihani, diwani, diwani Jali, farisis
serta moala.
Sejarah ringkas perkembangan khat
dimulai sejak zaman permulaan Islam. Dimana kedatangan Islam membawa keperluan
yang banyak kepada pembangunan tulisan lalu membuka bidang yang luas dalam
penulisan dan dakwah secara persuratan. Selanjutnya seni khat pada zaman Umawiyyah.
Disini pemerintahan pada zaman ini amat menitikberatkan kemajuan seni khat
kerana ia sangat diperlukan samada dalam penulisan mushaf, ukiran pada dinding,
mencetak mata wang, surat-menyurat dan lain-lainnya. Selanjutnya seni khat pada
zaman Abasiyyah. Zaman ini telah menyaksikan kemuncak pembaharuan seni khat
pelbagai dengan munculnya tokoh-tokoh seni seperti Abu Ali dan Ibnu Muqlah.
Ibnu Muqlah dll.
Banyak tokoh-tokoh terkenal dalam khat
dan penemuannya, di Indonesia sendiri Kaligrafi pertama kali ditemukan di
Gresik Jawa Timur , yaitu pada makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada
495H/1028M. pada makam tersebut terdapat tulisan Kaligrafi yang menggunakan
Khat Kufi. Selanjutnya kaligrafi berkembang mengikuti perkembangan Islam di
Indonesia sampai saat ini.
B. Saran
Dalam makalah ini tentunya masih ada
kekurangan,bagi para penikmat makalah ini untuk lebih memperkaya pemahaman
dengan membaca referensi-referensi yang lain. Agar kita lebih suka akan
kaligrafi atau khat sehingga memupuk kecintaan kita terhadap dunia seni islam.
ijin copas ka
ReplyDeleteijin copas ya teman..
ReplyDelete