BAB II
PEMBAHASAN
A.
Devinisi
Evaluasi Pembelajaran
Secara harfiah
kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Arab
al-taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value,
dalam bahasa Arab al-qimah, dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Denagan demikian evaluasi pendidikan
(educational evaluation, al-taqdir altarbawiy, penilaian dalam bidang
pendidikan) atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan.[1]
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses
penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Dalam proses penilaian, dilakukan perbandingan antara informasi-informasi yang
telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk kemudian diambil
keputusan atau dirumuskan kebijakan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang
dipegang tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum
kegiatan pendidikan itu dilaksanakan.[2]
Berbicara tentang pengertian evaluasi pendidikan di tanah
air kita, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi
pendidikan sebagai berikut :
1. Proses kegiatan untuk menentukan
kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
2. Usaha untuk memperoleh informasi
berupa umpan balik (feed beck) bagi penyempurnaan pendidikan.[3]
Evaluasi
sendiri memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai
tujuan pembelajaran bagi masyarakat.
2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski
dilkukan dengan metode yang berbeda.
3. Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban
atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak berwennag untuk memberikan
rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan
alternatif.
4. Penelitian evaluasi adalah tanggung
jawab tim bukan perorangan.
5. Evaluator tidak terikat pada satu
sekolah demikian pula sebaliknya.
6. evaluasi adalah proses, jika
diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
7. Evaluasi memerlukan data yang akurat
dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian
informasi.
8. Evaluasi akan mantap apabila
dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable.
9. Evaluator hendaknya mampu membedakan
yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
10. Evaluasi memberikan gambaran
deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka
soalan tes.[4]
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi
adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan
hubungan sebab akibat diantara faktor yang mempengaruhi objek tersebut.
B.
Perencanaan Evaluasi Pembelajaran
Dalam
melaksanakan evaluasi pembelajaran hendaknya dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Evaluasi pembelajaran secara garis besar melibatkan 3 unsur
yaitu :
1. Input yaitu bahan mentah yang dimasukkan kedalam
transformasi. Dalam dunia sekolah maka yang yang dimaksud dengan bahan mentah
adalah siswa buru yang akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tiungkat
(institusi), calon siswa itu dinilai dahulu kemampuannya. Dengan evaluasi itu
ingin diketahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan padanya.
2. Transformasi yaitu mesin yang bertugas mengubah bahan
mentah menjadi bahan jadi. Dalam dunia sekolah, sekolah itulah yang dimaksud
dengan transformasi. Sekolah itu sendiri terdiri dari beberapa mesin yang
menyebabkan berhasil atau gagalnya transformasi. Bahan jadi yang diharapkan,
yang dalam hal ini siswa lulusan sekolah ditentukan oleh beberapa faktor
sebagai akibat bekerjanya unsur-unsur yang ada. Unsur-Unsur transformasi
sekolah tersebut antara lain :
a.
Guru dan
personal lainnya.
b.
Bahan
pembelajaran.
c.
Metode mengajar dan sistem evaluasi.
d.
Sarana penunjang.
e.
System administrasi.
3. Output yaitu bahan jadi yang dihasilkan oleh
transformasi. Yang yang dimaksud adalah sisiwa lulusan sekolah yang
bersangkutan.Untuk dapat menetukan apakah seorang siswa berhak lulus atau
tidak, perlu diadakan kegiatan evaluasi.[5]
Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3
unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi
tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses
pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi,
apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak
dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument,
indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb).
2. Pengumpulan data ( tes, observasi,
kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan).
3. Verifiksi data (uji instrument, uji
validitas, uji reliabilitas, dsb).
4. Pengolahan data ( memaknai data yang
terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan
statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik,
apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS ).
5. Penafsiran data, ( ditafsirkan
melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau
diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf
signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan
tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan
sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh
evaluasi itu.[6]
C. Teknik Evaluasi Pembelajaran
Secara garis besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1.
Teknik non tes
Ada beberapa
teknik non tes, yaitu :
a.
Skala
bertingkat (rating scale), skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka
terhadap suatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan ’’rating gives a numerical
value to some kind of judgement’’,maka suatu skala disajikan dalam bentuk angka.
Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan
skala.Bertujuan agar pencatatannya dapat objektif, maka penilaian terhadap
penampilan atau penggambaran kepribadiaan seseorang disajikan dalam bentuk
skala.
b. Kuesioner
(questionare), juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner
adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi orang yang akan diukur,
(responden). Dengan kuesioner orang dapat diketahui tentang keadaan, data diri,
pengalaman, pengetahuan, sikap, atau pendapatnya dan lain-lain.Kuesioner dapat
ditinjau dari dua segi antara lain :
a) Dari segi siapa yang menjawab :
Ø Kuesioner langsung, jika kuesioner
tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban
tentang dirinya.
Ø Kuesioner tidak langsung, yang dikirimkan
dan diisi oleh bukan orang yang bimintai keterangannya. Kuesioner tidak
langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bahan, anak,
saudara, tetangga dan sebagainya.
b) Dari segi cara menjawab dibedakan
atas :
Ø Kuesioner tertutup, kuesioner yang
disusun dengan menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya
tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Ø Kuesioner terbuka, adalah kuesioner
yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan
pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban pengisi belum terperinci
dengan jelas sehingga jawabannya akan beranekaragam. Keterangan tentang alamat pengisi,
tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan.
Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.
c. Daftar
cocok (chek list), adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat)
dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) ditempat
yang sudah disediakan.
d. Wawancara
(interview), suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden
dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan ssepihak karena dalam wawancara
responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan
hanya diajukan oleh subjek evaluasi. Wawancara dapat dilakukan dengan dua
cara :
a)
Wawancara bebas
Responden
mempunyai kebebasan mengutarakan pendapatnya.
b)
Wawancara
terpimpin
Dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan
tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya.[7]
e.
Pengamatan (observation) suatu teknik yang
dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan
secara sistematis.
Observasi merupakan suatu pengamatan
langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakuya. Secara umum
observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Menurut cara
dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
a)
Obserfasi
partisipatif dan non partisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang
mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh
objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak
mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis”
seolah-olah sebagai penonton belaka. Contoh observasi partisipatif : Misalnya
guru mengamati setiap anak. Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai
pengamat, dan tidak ikut bermain.
b)
Observasi
sistematis dan observasi nonsitematis
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum
dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria,
masalah yang akan diamati
Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam
pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati.
Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang
mngamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi
sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan,
kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu
dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga.
Kalau
observasi nonsistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori diatas, tetapi
langsung mengamati anak yang sedang menanam bunga.
c)
Observasi experimental
Observasi
eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi
sistematis.Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala
sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.[8]
f. Riwayat hidup adalah gambaran
tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari
riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang
kepribadian kebiasaan dan sikap dari objek yang dimulai.[9]
2.
Teknik tes
Definisi yang dikutip dari Webster’s
Collegiate “Test=any saries of questions or exercise or other means of
measuring the skill, knowledge, capacities of aptitudes or an individual or
group.”
Yang kurang lebih artinya : tes
adalah serentetan pertanyaan atau latihan, atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok.
Tes ada tiga macam :
a. Tes diagnostic, adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga berdasarkan
kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
b.
Tes formatif, dari kata “form” yang
merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program
tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga
dipandang sebagai tes diagnostic pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau tes
formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau
tes akhir proses.
c. Tes sumatif, dilaksanakan setelah
berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.
Dalam pengalaman di sekolah tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian,
sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya
dilaksanakan pada akhir catur wulan atau akhir semester.[10]
Dilihat dari segi banyaknya orang
yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Tes individual yakni tes dimana tester (Guru) berhadapan dengan satu orang testee (murid) saja, dan
2.
Tes kelompok yakni tes dimana tester berhadapan lebih dari
satu orang testee.
Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee utuk
menyelesaikan tes, tes dapat dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Power test yakni tes di mana waktu yang disediakan buat
testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi,
2.
Speed test yaitu tes di mana waktu yang disediakan buat
testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Verbal test yakni suatu tes yang menghendaki respon
(jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik
secara lisan maupun secara tertulis, dan
2.
Nonverbal test yakni tes yang menghendaki respon (jawaban)
dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa
tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee
adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.
Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara
memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
1.
Tes tertulis yakni jenis tes di mana tester dalam mengajukan
butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee
memberikan jawabannya juga secara tertulis, dan
2.
tes lisan yakni tes di mana tester di dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan testee memberikan
jawabannya secara lisan pula.[11]
Dengan mempertimbangkan kriteria- kriteria dapat dihasilkan
alat tes (soal-soal) yang berkualitas memenuhi syarat- syarat diantaranya:
o
Shahih ( valid) yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai
dengan tujuan.
o
Relevan yaitu diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
o
Spesifik, soal hanya dapat dijawab oleh peserta didik.
o
Representif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan.
Sebuah tes yang bisa dikatakan baik sebagai alat pengukur
harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki :
a.
Validitas
Sebuah tes
disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan
diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui:
kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
b.
Reliabilitas
Berasal
dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat
dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah
tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan.
Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan
reliabilitas adalah ketetapan.
c.
Objektivitas
Sebuah
dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada
faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadipada sistem
scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan
ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam
hasil tes.
d.
Praktikabilitas
Sebuah tes
dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang: mudah
dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk
yang jelas.
e.
Ekonomis
Yang
dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.[12]
D.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
Untuk
memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan evaluasi harus
bertitik dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1.
Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan
secara insedental karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang
kontinyu. Oleh sebab itu evaluasi pun harus dilakukan secara kontinyu pula.
2.
Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap
suatu obyek, guru harus mengambil seluruh obyek itu sebagai bahan evaluasi.
3.
Adil dan obyektif
Dalam melaksanakan evaluasi guru
harus berlaku adil dan tanpa pilih kasih kepada semua peserta didik. Guru juga
hendaknya bertindak secara obyektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta
didik.
4.
Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi hendaknya
guru bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama
guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didk
5.
Praktis
Praktis mengandung arti mudah
digunakan baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang
lain yang akan menggunakan alat tersebut.[13]
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, 2008, Evaluasi
Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.
Sudijono Anas, 2006, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
http://benao.multiply.com/journal/item/16.
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/comment-page-1/
http://risqinisa.wordpress.com/2011/01/05/alat-evaluasi-pembelajaran/
http://tuyulndeso.blogspot.com/2012/03/makalah-subjek-sasaran-prinsip-dan-alat.html
[1]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.1.
[6]
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/comment-page-1/
[7]
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, hlm. 33.
[8]
http://benao.multiply.com/journal/item/16
[9]
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, hlm.34.
[10]
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, hlm. 35-42.
[11]
Hasnawati.Evaluasi
Pembelajaran.Stain Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi.hal 90-93
[13]
http://tuyulndeso.blogspot.com/2012/03/makalah-subjek-sasaran-prinsip-dan-alat.html
No comments:
Post a Comment