BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Psikologi adalah
ilmu yang tergolong muda (sekitar akhir 1800an). Tetapi manusia
disepanjang sejarah telah memperhatikan masalah psikologi. Seperti filsuf
Yunani terutama Plato dan Aristoteles. Setelah itu St. Augustine (354-430)
dianggap tokoh besar dalam psikologi modern karena perhatiannya pada intropeksi
dan keingintahuannya tentang fenomena psikologi. Descartes (1596-1650)
mengajukan teori bahwa hewan adalah mesin yang dapat dipelajari sebagaimana
mesin lainnya.
Filsafat
memerlukan data dari ilmu untuk mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Jika ahli filsafat manusia hendak menyelidiki manusia,maka
harus mengetahui gejala tindakan manusiaSuatu prinsip yang mutlak dalam
psikologi,yaitu bahwa tingkah laku merupakan ekspresi dari jiwa(1).Pada saat
itu psikologi masih dipengaruhi oleh cara-cara berfikir filsafat dan
terpengaruh oleh filsafatnya sendiri, karena para ahli psikologi pada masa itu
adalah ahli-ahli filsafat. Dan pada waktu itu psikologi masih berbentuk
wacana belum menjadi ilmu pengetahuan. Sampai abad pertengahan pun psikologi
masih merupakan bagian dari filsafat, sebagai obyeknya terhadap hakikat jiwa.h
Bagi para ilmuwan, filsuf sering kali terlihat mengada-ada,
karena ketidakmampuannya menyumbangkan ilmu tertentu. Tetapi para rasionalis
abad ke-17 tidak dapat dituduh seperti hal itu.(2)Para tokoh besar rasionalisme
yaitu; Descartes, Spinoza, dan Leibniz menggunakan kekuasaan Tuhan untuk
menutupi kelemahan system mereka.Tetapi mereka tidak malu melakukannya.Bagi
mereka Tuhan lebih pasti ketimbang
realitas dunia eksternal(3).Disini kita akan membahas salah satu dari tokoh
tersebut lebih mendalam lagi, yakni Leibniz.
Gottfried Wilhelm Leibniz adalah seorang jenius universal, seorang
pakar dalam hukum, agama, filsafat, kesusastraan, politik, geologi, sejarah dan
matematika. Beliau lahir di Leipzig,
Jerman. Beliau mendaftar di Universitas Leipzig dan meraih gelar doktor di
Universitas Altdorf. Leibniz mencari metode universal dengan mana ia memperoleh
pengetahuan dan memahami kesatuan sifat-sifat dasarnya.Leibniz dapat berfikir bukan berdasarkan
penjelasan tatanan alam yang terlepas dari Tuhan.
2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas,
maka dapat dijabarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,
yaitu:
A.
Bagaimana
Riwayat Hidup Gottfried Wilhelm Leibniz?
B.
Bagaimana
Dasar Pemikiran Leibniz?
C.
Bagaimana
Keterkaitan Faham Filsafat Rasionalisme dengan Leibniz?
3.
Tujuan Masalah
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
A. Mengetahui Bagaimana Riwayat Hidup Gottfried Wilhelm Leibniz
B. Mengetahui Bagaimana Dasar Pemikiran Leibniz
C. Mengetahui Keterkaitan Faham Filsafat Rasionalisme dengan Leibniz
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Gottfried Wilhelm Leibniz
1. Masa kecil
Gottfried W. Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli
1646 di Leipzig, Jerman. Putra dari Friedrich Leibniz, seorang professor
filsafat moral di Leipzig, Jerman. Friedrich Leibniz berkompeten di bidangnya
walaupun pendidikannya tidak tinggi, ia mencurahkan waktu untuk keluarga dan pekerjaannya.
Friedrich Leibniz beragama Kristen yang taat.
Ibu Gottfried W. Leibniz, Catharina Schmuck, anak
seorang pengacara dan ia adalah istri ketiga Friedrich Leibniz. Ayah Gottfried
W. Leibniz meninggal dunia ketika ia berumur 6 tahun dan ia dibesarkan oleh
ibunya. Nilai moral dan religius memegang peranan penting dalam kehidupan dan
falsafah hidupnya.
Pada usia 7 tahun, Leibniz memasuki sekolah
Nicolai di Leipzig. Walaupun ia belajar bahasa Latin di sekolah, namun jauh
lebih maju bahasa Latin yang ia pelajari sendiri dan beberapa bahasa Yunani
pada usianya yang ke-12 tahun. Leibniz tampaknya telah termotivasi oleh
keinginan untuk membaca buku-buku ayahnya. Secara khusus membaca buku
metafisika, teologi dan buku-buku dari kedua penulis Katolik dan Protestan
Proyek utama dalam hidupnya adalah merekonsiliasi
katolokisme dan protestantisme. Jelas dia menemui kegagalan. Rekonsiliasi itu
tidak akan tercipta meski dilakukan oleh orang yang sangat jenius.(1)
Pada tahun 1661, pada usia ke-14 tahun, Leibniz
masuk ke Universitas Leipzig. Sebuah usia dini yang luar biasa bagi siapa pun
untuk memasuki universitas, menurut standar waktu itu dia cukup muda, tetapi
masih ada orang lain yang usianya sama. Pelajaran yang diperoleh Leibniz di
Universitas Lepzig diantaranya filsafat dan matematika. Ia lulus dengan gelar
Sarjana Muda di tahun 1663 dengan thesis De Principio Individual (Pada Prinsip
Individu).
Leibniz tidak puas dengan sistem (filsafat) Aristoteles dan berusaha mengembangkan ide-idenya. Tahun 1661, saat umur 15 tahun (tergolong jenius), dia masuk universitas Leipzig dengan jalur minat hokum(2). Dua tahun kuliah di bidang hukum ternyata tidak menarik hatinya dan waktunya lebih banyak digunakan untuk membaca buku-buku filsafat, meski akhirnya dia lulus dalam bidang hukum pada tahun 1663 sebelum pergi ke Jena.
Leibniz tidak puas dengan sistem (filsafat) Aristoteles dan berusaha mengembangkan ide-idenya. Tahun 1661, saat umur 15 tahun (tergolong jenius), dia masuk universitas Leipzig dengan jalur minat hokum(2). Dua tahun kuliah di bidang hukum ternyata tidak menarik hatinya dan waktunya lebih banyak digunakan untuk membaca buku-buku filsafat, meski akhirnya dia lulus dalam bidang hukum pada tahun 1663 sebelum pergi ke Jena.
Di Jena, di bawah bimbingan matematikawan sekaligus filsuf terkemuka, Erhard Weigel, dia mulai memahami pentingnya pembuktian matematika terhadap logika dan filsafat. Weigel percaya bahwa bilangan adalah konsep paling dasar dari alam semesta dan ide-ide ini memberi pengaruh sangat mendalam bagi Leibniz.
Pada tahun 1663 Leibniz pergi ke Jena dan ia
bertemu dengan profesor matematika di Jena, Erhard Weigel yang juga seorang
filsuf. Melalui Erhard Weigel, Leibniz mulai memahami pentingnya metode bukti
untuk mata pelajaran matematika seperti logika dan filsafat(3). E. Weigel
percaya bahwa nomor adalah konsep dasar alam semesta dan ide-ide Leibniz
memiliki pengaruh yang cukup besar. Leibniz kembali ke Lepzig pada bulan
Oktober tahun 1663, yang kemudian ia memulai study menuju gelar Master di
bidang hukum. Leibniz dianugerahi gelar Master’s Degree dalam filsafat untuk
disertasi yang menggabungkan aspek-aspek belajar filsafat dan hubungan hukum,
dalam disertasinya ia menggunakan ide-ide matematika yang ia pelajari dari E.
Weigel.
Setelah mendapat gelar Master di bidang hukum,
Leibniz bekerja dihabilitasinya pada bidang filsafat. Karyanya akan diterbitkan
pada tahun 1666 sebagai Dissertatio de Artc Combinatoria (Disertasi pada
Kombinatorial Seni). Dalam karya ini Leibniz bertujuan untuk mengurangi semua
penalaran dan penemuan untuk kombinasi dari unsur-unsur dasar seperti angka,
huruf, suara dan warna.
Meskipun Leibniz diakui reputasinya dan
mendapatkan beasiswa, ia menolak mendapatkan gelar Doktor dalam bidang hukum di
Lepzig. Hal ini terjadi karena usianya yang masih muda untuk mendapat gelar
Doktor sehingga harus di tunda. Leibniz tidak siap untuk menerima segala
penundaan dan ia pergi langsung ke Universitas of Altdorf dimana ia menerima
gelar Doktor dalam bidang hukum di bulan Februari tahun 1667, untuk
disertasinya De Casibus Perplexis (Membingungkan Kasus)
2.
Pertemuan dengan Huygens
Bukan hanya Erhard Wiegel yang memberi pengaruh agar Leibniz menekuni matematika. Peran Christiaan Huygen ternyata jauh lebih besar setelah mereka bertemu pada saat Leibniz berumur 26 tahun di Paris. Pertemuan mereka berdua dapat dikatakan tidak disengaja. Di sela-sela waktu pada saat kunjungan diplomatik dan urusan lain, mereka bertemu. Mereka saling berbicara tentang minat masing-masing. Huygens asalnya adalah seorang fisikawan, tapi karya-karya terbaiknya justru terkait dengan horologi (ilmu tentang pengukuran waktu), sebagai peneliti tentang gerakan cahaya, sekaligus seorang matematikawan. Huygens memberi Leibniz makalahnya tentang “kerja” matematika pada pendulum kepada Leibniz. Melihat “kehebatan” kekuatan matematika, Leibniz memohon agar Huygens bersedia mengajarinya matematika. Setelah melihat besarnya kemauan dan kejeniusan Leibniz, dengan senang hati Huygens bersedia.(4)
Bukan hanya Erhard Wiegel yang memberi pengaruh agar Leibniz menekuni matematika. Peran Christiaan Huygen ternyata jauh lebih besar setelah mereka bertemu pada saat Leibniz berumur 26 tahun di Paris. Pertemuan mereka berdua dapat dikatakan tidak disengaja. Di sela-sela waktu pada saat kunjungan diplomatik dan urusan lain, mereka bertemu. Mereka saling berbicara tentang minat masing-masing. Huygens asalnya adalah seorang fisikawan, tapi karya-karya terbaiknya justru terkait dengan horologi (ilmu tentang pengukuran waktu), sebagai peneliti tentang gerakan cahaya, sekaligus seorang matematikawan. Huygens memberi Leibniz makalahnya tentang “kerja” matematika pada pendulum kepada Leibniz. Melihat “kehebatan” kekuatan matematika, Leibniz memohon agar Huygens bersedia mengajarinya matematika. Setelah melihat besarnya kemauan dan kejeniusan Leibniz, dengan senang hati Huygens bersedia.(4)
Untuk memberi impresi
kepada Huygens, Leibnez memamerkan hasil-hasil penemuannya. Salah satu yang
disebutkan adalah mesin penghitung yang dikatakannya jauh lebih hebat dibanding
buatan Pascal, yang hanya dapat menangani tambah dan kurang; sedangkan mesin
buatan Leibniz dapat menangani perkalian, pembagian dan menghitung akar
bilangan. Di bawah bimbingan Huygens, dengan cepat Leibniz menemukan jati
dirinya. Dia lahir sebagai seorang matematikawan. “Pelajaran” dari Huygens
sempat tertunda beberapa bulan saat Leibniz harus bertugas di London sebagai
Atase. Ketika di London, Leibniz bertemu dengan para matematikawan Inggris
sambil memamerkan hasil-hasil karyanya. Seorang teman, matematikawan Inggris
memperlihatkan hiperbola Mercator kepadanya, salah satu bukti mengapa Newton
juga menemukan kalkulus, dimana kemudian hal ini memicu dirinya untuk menemukan
kalkulus.
Suatu saat, dalam kunjungan ke London, Leibniz menghadiri pertemuan dengan Royal Society, dimana dia menunjukkan kerja mesin hitung penemuannya. Penemuan dan hasil karyanya itu membuat Leibniz diangkat sebagai anggota Royal Society berwarganagara asing (bukan orang Inggris) sebelum dia pulang ke Paris pada tahun 1673. Tidak lama kemudian, Leibniz dan Newton pada saat hampir bersamaan diangkat menjadi anggota Akademi Sains Perancis berwarganegaraan asing. Merasa puas dengan prestasi yang diraih Leibniz, Huygens menyuruh anak didiknya ini terus menekuni matematika. Dalam perpisahan dengan Huygens di Paris, guna kembali ke Hanover, Leibniz berjanji akan menggunakan waktu senggangnya untuk menekuni matematika. Tahun 1676, Leibniz mengabdikan dirinya pada Duke Brunswick-Luneburg. Newton dan Leibniz, keduanya mengaku sebagai penemu kalkulus.
3.
Leibniz versus Newton
Newton memulai ide tentang kalkulus pada tahun 1660-an, tetapi karya-karya tersebut tidak diterbitkan selama hampir 20 tahun. Tidak ada yang mengetahui secara jelas, apakah Leibniz pada usia 33 tahun menemukan karya-karya “terpendam” Newton pada saat melakukan kunjungan ke London, karena pada saat itu pula dia sedang mengembangkan kalkulus, meski dengan versi sedikit berbeda dari versi Newton, di mana temuan ini selalu diperdebatkan orang. Keduanya memang pernah saling berkirim surat pada tahun 1670-an, sehingga sulit ditentukan siapa mempengaruhi siapa. Teori yang mereka kemukakan memberikan hasil akhir yang sama, namun notasi dan falsafah dasarnya – sangatlah berbeda. Newton mengirim surat ke Leibniz yang memakan waktu lama untuk sampai di tangan Leibniz. Surat ini berisikan hasil yang diperoleh Newton tanpa disertai penjelasan cara dan metode memperolehnya. Leibniz segera membalas surat tersebut, tapi Newton tidak menyadari bahwa suratnya baru diterima Leibniz, dan diperlukan waktu 6 minggu untuk membalasnya. Balasan surat Leibniz ini menyadarkan Newton bahwa dia harus menerbitkan metode perhitungan secepat mungkin.
Newton memulai ide tentang kalkulus pada tahun 1660-an, tetapi karya-karya tersebut tidak diterbitkan selama hampir 20 tahun. Tidak ada yang mengetahui secara jelas, apakah Leibniz pada usia 33 tahun menemukan karya-karya “terpendam” Newton pada saat melakukan kunjungan ke London, karena pada saat itu pula dia sedang mengembangkan kalkulus, meski dengan versi sedikit berbeda dari versi Newton, di mana temuan ini selalu diperdebatkan orang. Keduanya memang pernah saling berkirim surat pada tahun 1670-an, sehingga sulit ditentukan siapa mempengaruhi siapa. Teori yang mereka kemukakan memberikan hasil akhir yang sama, namun notasi dan falsafah dasarnya – sangatlah berbeda. Newton mengirim surat ke Leibniz yang memakan waktu lama untuk sampai di tangan Leibniz. Surat ini berisikan hasil yang diperoleh Newton tanpa disertai penjelasan cara dan metode memperolehnya. Leibniz segera membalas surat tersebut, tapi Newton tidak menyadari bahwa suratnya baru diterima Leibniz, dan diperlukan waktu 6 minggu untuk membalasnya. Balasan surat Leibniz ini menyadarkan Newton bahwa dia harus menerbitkan metode perhitungan secepat mungkin.
Newton menulis surat kedua pada tahun 1676, tetapi surat itu baru diterima Leibniz pada Juni 1677 karena Leibniz sedang berada di Hanover. Surat kedua ditulis Newton dengan nada lebih “sopan” yang menyebutkan bahwa bukan Leibniz yang mencari metode kalkulus. Jawaban surat Leibniz berisikan prinsip-prinsip dasar dan terperinci tentang diferensial kalkulus versinya, termasuk melakukan diferensial fungsi atas suatu fungsi.
4.
Mesin penghitung Leibniz
Tahun 1667, Leibniz tinggal di Frankfurt, bekerja pada Boineburg yang menjabat sebagai Sekretaris masyarakat alkimia Nurenburg. Di sini, selama bertahun-tahun, Leibniz terlibat dengan berbagai poyek yang terkait dengan sains maupun politik. Leibniz memulai membuat mesin penghitung, dimana pada tahun 1673 ditemani keponakan Boineburg, dihadapan Royal Society (Inggris), guna mendemontrasikan mesin penghitung yang belum selesai. Mesin penghitung versi Leibniz merupakan penyempurnaan dari mesin penghitung ciptaan Pascal. Blaise Pascal menemukan mesin penjumlah pada tahun 1642 dan pada tahun 1673, Leibniz menemukan mesin yang dapat melakukan operasi perkalian dan pembagian.(5)
Tahun 1667, Leibniz tinggal di Frankfurt, bekerja pada Boineburg yang menjabat sebagai Sekretaris masyarakat alkimia Nurenburg. Di sini, selama bertahun-tahun, Leibniz terlibat dengan berbagai poyek yang terkait dengan sains maupun politik. Leibniz memulai membuat mesin penghitung, dimana pada tahun 1673 ditemani keponakan Boineburg, dihadapan Royal Society (Inggris), guna mendemontrasikan mesin penghitung yang belum selesai. Mesin penghitung versi Leibniz merupakan penyempurnaan dari mesin penghitung ciptaan Pascal. Blaise Pascal menemukan mesin penjumlah pada tahun 1642 dan pada tahun 1673, Leibniz menemukan mesin yang dapat melakukan operasi perkalian dan pembagian.(5)
Tahun 1678 – 1679, dia terlibat proyek pengeringan air yang mengenangi pertambangan di gunung Harz dengan menggunakan tenaga angin dan tenaga air untuk mengoperasikan pompa. Proyek ini gagal karena kekuatiran para pekerjanya, bahwa mesin-mesin ini mampu menggantikan pekerjaan mereka. Disiplin ilmu geologi pertama kali muncul, yaitu saat Leibniz merangkum hasil kompilasi atas pengamatannya di gunung Harz. Dia juga mengemukakan hipotesis-hipotesis bahwa bumi terbentuk dari materi yang awalnya berbentuk cairan.
5.
Karir Leibniz
Pengabdian Leibniz kepada keluarga Brunswick hampir sepanjang 40 tahun dari kehidupannya. Leibniz mengabdikan dirinya ke dalam tiga profesi utama: pustakawan, ahli sejarah dan orang pintar yang menjadi penasihat. Kiprah Leibniz sebagai ahli sejarah adalah melakukan riset sejarah. Pekerjaan ini membuat dia sering berkeliling Jerman, Austria bahkan sampai Italia pada kurun waktu 1687 – 1690.
Pengabdian Leibniz kepada keluarga Brunswick hampir sepanjang 40 tahun dari kehidupannya. Leibniz mengabdikan dirinya ke dalam tiga profesi utama: pustakawan, ahli sejarah dan orang pintar yang menjadi penasihat. Kiprah Leibniz sebagai ahli sejarah adalah melakukan riset sejarah. Pekerjaan ini membuat dia sering berkeliling Jerman, Austria bahkan sampai Italia pada kurun waktu 1687 – 1690.
Saat mengunjungi
Vatican, Leibniz ditawari Paus untuk menjadi pustakawan Vatican. Tawaran ini
ditolak karena mengharuskan Leibniz memeluk agama Katholik, sehingga harus
“mengingkari” karakteristik universal yang diyakininya. Keinginannya untuk
menyatukan kembali Protestan dan Katholik adalah sebuah proyek besar baginya.
Rekonsiliasi kedua agama yang ditempatkan pada konferensi di Hanover tahun 1683
gagal karena keinginan masing-masing agama untuk menguasai satu atas lainnya.(6)
Catatan kompetensi utama Leibniz sulit dipahami orang. Ilmu ekonomi, philology (ilmu tentang sejarah bahasa atau studi perpustakaan), hukum internasional (Liebniz adalah perintis bidang ini), menentukan pertambangan sebagai industri penggerak perekonomian Jerman, membangun pusat-pusat pendidikan, semuanya adalah minat-minat Leibniz.
6.
Sumbangsih Leibniz
Kalkulus tidak akan sempurna apabila tidak ada kiprah Leibniz. Minat Leibniz yang sangat beragam ternyata membuka cakrawala baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan atau memunculkan disiplin ilmu baru. Hukum internasional, sistem bilangan berbasis dua (binary), dan geologi adalah disiplin ilmu hasil cetusan dari Leibniz. Belum lagi karya mesin hitung yang merupakan penyempurnaan buatan Blaise Pascal yang mampu membuat orang zaman itu berdecak kagum.
Kalkulus tidak akan sempurna apabila tidak ada kiprah Leibniz. Minat Leibniz yang sangat beragam ternyata membuka cakrawala baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan atau memunculkan disiplin ilmu baru. Hukum internasional, sistem bilangan berbasis dua (binary), dan geologi adalah disiplin ilmu hasil cetusan dari Leibniz. Belum lagi karya mesin hitung yang merupakan penyempurnaan buatan Blaise Pascal yang mampu membuat orang zaman itu berdecak kagum.
B.
Dasar Pemikiran Leibniz
1.
Sekelumit pemikiran Leibniz
Jika ditengok dari kaca mata pemikiran aufklarung, renungan-renungan Leibniz
seperti tak ada artinya dan sedikit agak tak rasional. Biarpun demikian,
Leibniz patut dihargai sebagai pionir filsafat di zamannya yang memang belum
terlalu maju dalam berpikir jika ditimbang dengan out pun pemikiran aufklarung.
Patut dihargai sebaba orang-orang seperti Leibniz-lah yang meletakkan batu
pondasi, baik itu pemikiran aufklarung atau pun selepasnya.Sebelum beranjak jauh menggapai pemikiran Leibniz, ada baiknya memperhatikan li tesis dasar system pemikiran Leibniz:
a) Alam semesta itu sepenuhnya rasional
b) Setiap bagian elementer alam semesta berdiri sendiri
c) Ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam semesta ini
d) Dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tak terbatas
e) Alam dapat dijelaskan secara mekanistis sepenuhnya
3.Tentang Monad
Metafisikanya adalah idea tentang subtansi yang dikembangkan dalam konsep monad(7). Bagi Spinoza,alam semesta ini mekanistis dan
keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara subtansi pada Leibniz adalah
hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat
Leibniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi”, yang secara sederhana dapat
dirumuskan “ sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan juga harus mempunyai
alas an untuk setiap yang diciptakan-Nya. Kita lihat bahwa prinsip ini menuntun
filsafat Leibniz. Sementara Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda satu dengan yang lain, dan Tuhan(sesuatu yang super monad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah pencipta monad-monad itu.
Karya Leibniz mengenai ini monad) diberi judul Monadology(study tentang monad).Dalam monadologie, Leibniz menuliskan bahwa substansi itu, berbeda dengan Spinoza, tak tunggal, tapi jamak. Leibniz menyebut substansi yang jamak itu sebagai monad. Arti etimologisnya satu unit. Monad itu adalah sebutan substansi terkecil dalam metafisika yang cukup diri dan terisoloasi-berpisah diri; yang tak saling berinteraksi dengan substansi-substansi kecil lainnya. Dalam matemtika substansi itu disebut titik, sedang dalam fisika dinamakan atom. Substansi itu bukan benda jasmaniah, ia murni spiritual-mental. Karena itu, monad tak berkeluasan. Ia semacam daya purba (force primitives), kata leibniz. Sebab monad merupakan kesadaran tertutup yang cukup diri, budi hardiman menyejajarkannya dengan cogito-nya Descartes. Dalam memandang sesuatu, tiap monad memiliki sudut pandangnya sendiri.
Monad tidak mempunyai kualitas, karena mestinya mereka tidak akan pernah ada(8). Dan jika substansi sederhan tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya, tidak berarti kita tidak dapat membayangkan perubahan padanya. Apapun yang tergabung dalam suatu susunan(composite) dapat dikenai rusak hanya melalui unsure sederhana dan monad itu. Sekalipun mereka itu tanpa kualitas, sekalipun kuantitasnya tidak dapat dibedakan, tetap saja dapat dibedakan satu dari lainnya.
4.
Problem pengenalan
Pemaparan laibniz tentang monad yang terisolasi dan tak saling berinteraksi
antar satu dengan lainnya menyisakan persoalan.pengenalan antara dua monad
dapat dilangsungkan. Kuncinya ada pada un miroir vivant l’universe, monad sebagai
cermin hidup alam semesta, monad yang satu, dari sudut pandangnya sendiri
merupakan cermin monad-monad yang lainnya. Ringkasnya, dalam diri sebuah monad,
dapat terbayang bagaimananya monad yang lain tanpa terjadi interaksi. Dalam
argumentasi pengenalan ini, tampak bagaimana tak rasionalnya nomad Leibniz ini.
5.
Harmonie preetablie
Leibniz memasukkan Allah sebagai subjek yang menghadirkan harmonie
preetablie (keselarasan [kausalitas antar monad] yang ditetapkan sebelumnya).
Diakui atau tidak, penjelasan harmonie preetable ini, metodologi berpikirnya
seakan melompat, tiba-tiba sampai pada suatu hilir berpikir yang tak
diduga-duga.Leibniz memberi jawaban kenapa air yang diletakkan di atas api bisa panas dengan fundamen berpikir harmonie preetablie tersebut. Air itu panas bukan karena api. Panasnya air disebabkan kebersesuaian-keselarasan-keharmonisan antara monad air, api, dan panas. Antara air dan api tak ada interaksi. Jika dalam pengindaraan kita dapat mengamati interaksi itu, sesungguhnya interaksi tersebut semata ilusi. Demikian pula halnya dengan hubungan timbale-balik dan atau kausalitas
Allah sebagai urmonade (monad purba) atau actus purusKemudian, jika yang menyelaraskan antar monad itu disebut allah, Penjelasannya berangkat dari pembedaan antara manusia dengan hewan dan makhluk lainnya.
Manusia, menurut Leibniz, berbeda dengan hewan. Monad hewan hanya mencerminkan alam semesta; cermin hidup alam semesta. Sementara itu, monad manusia selain mencerminkan alam semesta juga mencerminkan allah; sadar akan keberadaan tuhan.
Empat bukti yang Leibniz kemukakan dari postulatnya mirip dengan argumen ontologis Descartes sewaktu menjelaskan eksistensi tuhan. Budi Hardiman menuliskannya dengan sederhana,
Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, maka adanya Allah terbukti. Bukti ini disebut bukti ontologis.
Kedua, dia berpendapat bahwa adanya alam semesta dan ketidaklengkapannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transenden ini disebut Allah.
Ketiga, dia berpendapat bahwa kita selalu ingin mencapai kebenaran abadi, dan bahwa kebenaran itu tidak bisa dihasilkan manusia menunjukkan adanya pikiran abadi, yaitu Allah.
Keempat, Leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan di antara monad-monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokkan mereka satu sama lain. Yang mencocokkan itu adalah Allah.
Menurut Leibniz “Dunia seperti adanya, tidak mungkin menjadi lebih baik dari keadaannya sekarang. Hal itu disebabkan kebijakan, kebaikan kemahakuasaan Tuhan telah mengharuskan Dia untuk menciptakan dunia ini sebagai yang terbaik dari antara semua dunia yang mungkin dicipta.(9)
C.
Keterkaitan Faham Filsafat Rasionalisme dengan Leibniz
Leibniz dianggap sebagai orang yang memelopori
study psikologi di Jerman. Ia adalah seorang ahli matematika yang juga
mempelajari badan dan jiwa.Hubungan badan dan jiwa dikatakannya sebagai
bersifat parallel. Badan dan jiwa masing-masing berjalan sendiri-sendiri tetapi
keduanya tunduk pada hokum-hukum yang serupa(10). Hubungan seperti ini diberi
nama Psychophysical parallelism, yang berbeda dari pada pandangan Rene
Descartes yang beranggapan bahwa badan dan jiwa merupakan hubungan sebab
akibat( interaksionisme)
Setelah 28 tahun perseteruan antara kubu katholik
dan protestan di jerman, Leibniz dilahirkan di Leipzig. Artinya, dua tahun
sebelum perseteruan tersebut usai. Rupanya perseturuan dua sekte Kristen itu
terlalu membekas di kalbunya sampai-sampai memengaruhi kecenderungan
intelektualnya kemduian hari: menyelaraskan ajaran protestan dan katholik.
Kecenderungan intelaktualnya yang lain adalah, sebagaimana menjadi
kecenderungan Aquinas, memadukan iman dan ilmu.
Leibniz dikenal sebagai seorang pemuka agama yang
doctor universalis: Pemikirannya dan keahliannya lintas disiplin, dari yang
pure science hingga applied science. Siapa sangka bahwa Leibniz-lah yang
pertama kali menemukan kalkulasi binari juga kalkulator yang beroperasi dengan
system kalkulasi binari tersebut; pertama kali menemukan lapisan tak sadar
manusia dalam ilmu psikologi jauh sebelum freud memublikasikan teori
psikoanalisisnya; pertama kali menyerukan hukum kekekalan energi dalam fisika.
Tentang kecerdasan Leibniz, banyak sanjungan para
sejarawan yang tertuju pada hal itu. Koerster malah mengutip tulisan Leibniz
yang bagi awam mengagumkan. “Saat terjaga,” tulis Leibniz, “aku telah memiliki
banyak ilham, sehingga tidak cukup menulis semuanya dalam sehari”. Kisahnya tak
jauh berbeda dengan kisah imam syafi’I yang mampu memecahkan 40 problem
fiqihiyah dalam tidurnya semalaman. Bukti kecerdasan leibniz lainnya, pada
1666, ketika usianya baru 20 tahun, ia telah mendapat gelar doctor.
Pada bagian ini dibicarakan pemikiran pokok
Descartes, Spinoza, dan Leibniz.Mereka adalah tokoh besar dalam filsafat
Rasionalisme. Seperti yang kita ketahui Rasionalisme adalah faham filsafat yang
mengatakan bahwa akal(reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh
pengetahuan dan mengetes pengetahun(11). Jika empirisme mengatakan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme
mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir. Alat dalam
berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis(logoka).
Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama
dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan
autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.(12)
Pada abad ke-17, intuisi yang paling benar
tampaknya adalah eksistensi Tuhan. Kita tidak menghubungkan Rasionalisme dengan
suatu kepercayaan bahwa Eksistensi Tuhan sudah sangat jelas. Tetapi lain halnya
dengan Descartes, Spinoza dan Leibniz. Mereka menggunakan kekuasaaan Tuhan
untuk menutupi kelemahan system mereka. Tetapi mereka sama sekali tidak malu
melakukannya. Tuhan tampaknya lebih pasti bagi mereka ketimbang realitas dunia
eksternal.
Mereka merasa bahwa untuk benar-bear menggunakan
akal budi, anda harus menetapkan titik awal. Anda tidak dapat menemukan
kepastian jika anda mengawalinya dari sebuah asumsi; dan kepastian adalah apa
yang mereka cari – yakni semacam kepastian yang agaknya dimiliki oleh
matematika. “Bukti” mereka akan eksistensi Tuhan sama dengan menunjukkan bahwa
ia tidak dapat disangkal tanpa kontradiksi. Descartes misalnya, tidak
membuktikan eksistensi Tuhan dari eksistensi dunia; ia menjungkirkan bukti
tradisional yang terkenal yang berpandangan bahwa kita merasa pasti bahwa dunia
ada karena Tuhan tidak dapat menipu kita. Menyebutkan tentang Tuhan dan dunia
luar adalah yang disebut sebagai maya.
Leibniz dapat berpikir bukan berdasarkan
penjelasan tatanan alam yang terlepas dari Tuhan. Dengan demikian, doktrinnya
tentang Harmoni yang telah ditetapkan terlebih dahulu berasal dari Monade. Bagi
Spinoza, Tuhan dengan sendirinya merupakan nama lain dari alam semesta, dengan
demikian eksistensi Tuhan tidak dapat diragukan. Kita sebagai aspek dari dunia,
yang menyatakan adanya substansi tunggal, menjadi sadar tentang akal budi dan
tatanan yang telah kita bicarakan. Dan kita menjadi sadar tentang hal-hal yang
mendasari akal budi, yang sesungguhnya merupakan sifat dasar kita sendiri,
karena eksistensi atasnya, akal budi tidak dapat menjelaskannya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pikiran Leibniz makin
terbuka (berkembang) setelah lebih dari 25 tahun berkecimpung dalam lautan
filsafat. Tidaklah mengherankan bagi para pembaca dan pemerhati kiprahnya,
apabila mendengar bahwa Leibniz mencetuskan teori monads (substansi dasar
individu merefleksikan tatanan jagat raya – replika miniatur dari jagat raya)
menyatakan tentang segalanya dalam alam semesta ini ada dalam suatu tatanan.Psikologi
Leibniz menyatakan bahwa hubungan badan dan jiwa bersifat parallel, dalam
artian keduanya berdiri sendiri namun tunduk terhadap hukum atau dasar yang
sama.
Metafisikanya adalah idea tentang subtansi yang
dikembangkan dalam konsep monad.Teorinya disebut Monadologi. Monade merupakan unsur dari segala hidup, hidup adalah aktifitas Sifat monade perkembangan kesadaran.Ciri monade: tidak dapat musnah, tidak dapat diciptakan,
tidak dapat diubah (13).Monade satu dengan monade lain tidak dapat saling
mempengaruhi (kritik terhadap pandangan Leibniz).
Leibniz menunjukan bahwa seluruh alam semesta dan
segala sesuatu tersusun dari monad-monad.Monad-monad itu seperti sebuah
persilangan antara berbagai atom dan jiwa seperti halnya sel-sel yang membentuk
tubuh kita.Tubuh benar-benar terbuat dari jutaan monad, tetapi jiwa hanya satu
monad. Demikian juga, Tuhan adalah satu monad yang paling agung dari semua.(14)
Saran
Sekian
makalah ini ditulis. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kontemplasi Leibniz
“yang menekankan eksistensi Allah” yang
sangat bernilai relevan di kala banyak umat manusia alpa terhadap kehadiran
tuhannya yang sedemikian dekat, lebih dekat dari urat lehernya sendiri. Dan
Leibniz, dalam renungan puncaknya menyatakan monad manusia merupakan cerminan
hidup alam semesta juga cerminan eksistensi tuhan. Bisa dibilang dengan bahasa
yang berbeda, dalam diri manusia terdapat setitik cahaya ketuhanan.(15)
Dalam makalah yang sedikit ini tentunya banyak kekurangan
yang ada untuk memahami tentang Luibniz, untuk itu bagi para penikmat makalah
ini untuk lebih memperkaya pemahaman dengan membaca referensi-referensi yang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
http:// donnaningrum.blogspot.
com/2009/12/gotfried-wilhelm-von-leibniz.html
http://splashurl.com/kzc6o2z
http://splashurl.com/m78xknk
http://splashurl.com/m78xknk
Wardiana, Uswah. 2004. Psikologi
Umum.Jakarta: PT Bina Ilmu.
Hawton, Hector. 2003. Filsafat yang
Menghibur. Yogyakarta: Teralitera.
Boeree, C. Goerge. 2007. Sejarah psikologi.
Yogyakarta: Prismasophie.
Dirgagunarsa, Singgih. 1975. Pengantar
Psikologi. Jakarta: Mutiara.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2005. Filsafat Umum. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment